kilasdepok.com, JAKARTA – Berakhirnya bulan Ramadan ditandai dengan datangnya bulan Syawal. Setelah tanggal 1 Syawal, umat Muslim disunahkan kembali untuk menjalankan ibadah puasa. Meski namanya puasa Syawal, ibadah tersebut tidak diperbolehkan dikerjakan saat tanggal 1. Ibadah ini dapat mulai dikerjakan setelah Hari Raya Idulfitri, yaitu tanggal 2-7 Syawal.
Secara umum, tata cara puasa Syawal sama dengan tata cara puasa lain, yaitu menahan diri dari makan, minum, serta hal-hal yang membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Yang membedakan puasa Syawal dengan puasa yang lain hanya niat puasanya saja.
Lalu seperti apa niat puasa Syawal? Berikut niat dan tata cara puasa Syawal.
Sebelum melaksanakan puasa Syawal, umat Muslim dianjurkan membaca niat yang bisa dilafalkan. Meskipun niat puasa sebenarnya cukup ada di dalam hati. Berikut ini lafal niat puasa Syawal selama 6 hari:
Nawaitu shauma ghadin ‘an ada’i sunnatis Syawwali lillahi ta‘ala.
Artinya: “Aku berniat puasa sunah Syawal esok hari karena Allah SWT.”
Berikut ini tata cara puasa Syawal yang perlu diperhatikan.
- Boleh Berniat Setelah Terbit Fajar
Saat akan berpuasa disyaratkan untuk melakukan niat pada malam hari sebelum menjalankan puasa, yaitu sebelum terbit fajar.
Adapun puasa sunah justru dibolehkan untuk menghadirkan niat setelah terbit fajar karena Nabi Muhammad SAW pernah melakukan hal tersebut. Sebagaimana dalam hadis Asiyah RA, “Rasulullah SAW bertanya kepadaku pada suatu hari: ‘Wahai Aisyah, apakah engkau memiliki sesuatu (untuk dimakan pagi ini?)’. Aku menjawab: ‘Wahai Rasulullah, kita tidak memiliki sesuatu pun (untuk dimakan)’. Beliau lalu bersabda: ‘Kalau begitu aku akan puasa’. – HR Muslim no. 1154.
- Tidak Harus Dijalankan Berurutan
Tidak sama dengan puasa Ramadan, puasa Syawal tidak disyaratkan untuk dilakukan selama berurutan melainkan boleh dilakukan secara terpisah-pisah harinya.
Jadi, yang terpenting dari puasa Syawal ini adalah dilaksanakan sebanyak enam hari di bulan Syawal. Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:
“Puasa enam hari di bulan Syawal telah shahih dari Rasulullah SAW. Dan boleh mengerjakannya secara mutatabi’ah (berurutan) atau mutafarriqah (terpisah-pisah) karena Rasullulah SAW menyebutkan puasa Syawal secara mutlaq dan tidak disebutkan harus berurutan atau terpisah-pisah. Beliau bersabda: ‘Barangsiapa yang puasa Ramadan lalu diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, ia mendapatkan pahala puasa setahun penuh’. (HR Muslim dalam Shahihnya, Majmu’ Fatawa wa Maqalah Mutanawwi’ah, 15/391).
- Boleh Membatalkan Puasa dengan atau Tanpa Uzur
Tata cara puasa Syawal yang perlu diketahui juga adalah dibolehkannya untuk membatalkan puasa sunah ini baik karena suatu udzur syar’i maupun tanpa udzur. Hal tersebut seperti penjelasan dari Syaik Aziz bin Baz,
“Jika puasa tersebut adalah sunah, maka boleh membatalkannya, tidak wajib menyempurnakannya. Ia boleh membatalkannya secara mutlak. Namun, yang lebih utama adalah tidak membatalkannya kecuali karena sebab yang syar’i, semisal karena oanas yang terik, atau badan yang lemas, atau ada orang yang mengundang ke pernikahan, atau hal-hal yang memaksa untuk membatalkan puasa lainnya, maka tidak mengapa.”