kilasdepok.com, JAKARTA – Guru, seorang pahlawan tanpa tanda jasa. Pengorbanannya memberikan ilmu bagi pelajar Indonesia tak dihentikan meski dalam pelosok negeri.
Meski tanpa hingar bingar kota dengan fasilitas listrik, air, dan sinyal ponsel yang tidak pernah surut, tanpa lelah para guru tetap berikan yang terbaik untuk para muridnya.
Inilah kisah pilu para guru honorer di pelosok negeri.
Lewati Medan Penuh Tantangan
Sulitnya akses menuju sekolah di beberapa pelosok Indonesia, membuat guru perlu menempuh medan yang penuh tantangan untuk sampai ke tempat mereka mengabdi.
Medan berkelok, lewati jembatan kayu ringkih, hingga sebrangi sungai belasan meter yang cukup dalam perlu dilewati para guru untuk mengajar.
Dwi Cahyawati, seorang guru yang mengabdi di pedalaman Nias Selatan, harus melewati sungai selebar 15 meter untuk sampai ke sekolah tempat ia mengajar.
Ia juga selalu membawa baju tambahan untuk menggantikan pakaian basah yang ia kenakan saat melewat sungai.
Meski mengaku takut, ia dan rekannya akhirnya terbiasa dan bisa melewati situasi tersebut.
Terjebak di Daerah Konflik
Kisah perjuangan lain datang dari seorang guru yang mengabdi di daerah Papua. Saat itu, tahun 2012 sedang terjadi konflik di daerah tersebut.
Konflik yang terjadi di Papua membuat guru tersebut harus menghadapi situasi mencekam setiap harinya.
Tidak hanya menghadapi konflik di daerah itu, guru ini juga harus melewati medan berat, dan juga penyesuaian dalam menghadapi budaya yang berbeda baginya.
Meski di tengah keadaan mencekam, ia tetap mengajar di sekolah demi tugas mengabdinya.
Suatu hari, ia bertemu dengan kawanan yang sedang berkonflik. Di tengah orang-orang bersenjata, ia dihampiri salah seorang di antara mereka, orang itu berkata kawanannya tidak akan menyakitinya karena ia sudah membuat anak-anak mereka pintar.
Terserang Penyakit Mematikan
Dalam pengabdiannya di Papua, mahasiswa asal Universitas Negeri Malang bernama Andri menghabiskan puluhan infus pengobatan karena terjangkit penyakit malaria, penyakit yang biasa menyerang di Papua.
Selain Andri, rekan lainnya juga terkena penyakit yang sama hingga harus dipulangkan ke Pulau Jawa karena kondisinya yang cukup parah.
Tidak hanya malaria, penyakit demam berdarah juga menjadi ancaman bagi guru yang tinggal di pelosok negeri.
Meninggal dalam Tugas
Dua orang guru yang sedang mengabdi di Kabupaten Aceh Timur mengalami kecelakaan kapal boat dan terseret arus sungai Simpang Jernih saat pulang dari rapat Kantor Dikpora Aceh Timur.
Kedua alumnus UPI tersebut bernama Winda Yulia dan Geuget Zaludiosanua Annafi. Winda ditemukan empat hari setelah kejadian. Sedangkan Geuget baru ditemukan setelah 11 hari.
Winda dan Geuget merupakan sosok cerdas dan berprestasi. Keduanya mendapat panggilan jiwa untuk mengajar di pedalaman Indonesia melalui program Sarjana Mendidik Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T) yang diselenggarakan pemerintah.
Atas jasa mereka, keduanya diberikan penghargaan pendidikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia.